transbara-alfatih

terapi penyakit AUTIS dengan lumba-lumba


autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks karena ada kerusakan pada otak. Seorang anak penderita autis mengalami gangguan perkembangan komunikasi, perilaku, dan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain, bahkan dengan orang terdekat sekali pun. Anak autis juga nggak mampu mengekspresikan perasaan dan keinginannya. Seringkali mereka tertawa dan menangis sendiri.

Secara fisik memang terlihat selayaknya anak normal. Ciri yang paling menonjol adalah susah berbicara. Sampai sekarang, gangguan ini belum diketahui pasti penyebabnya. Tapi, berbagai macam terapi sudah banyak dilakukan, misalnya metode ABA (applied behavioral analysis), hidrotermal, hidromekanik, dan hidrokemis.

Nah, yang sekarang lagi tren adalah terapi lumba-lumba (dolphin therapy). Dr. Ken Marten, ilmuan di Earthtrust, Hawaii, US, mengatakan kalau lumba-lumba mampu mengirim serangkaian sinyal ultrasonic untuk mendeteksi keberadaan benda di sekitarnya. Selain gemar bermain, lumba-lumba punya otak lebih besar dari simpanse atau kera, sehingga tergolong binatang cerdas. Stimulasi dari lumba-lumba pada panca indra memungkinkan kesembuhan bagi manusia.

Di negeri Paman Sam, terapi lumba-lumba dengan kebutuhan khusus sudah nggak asing lagi. Sejak 1978, metode penyembuhan dengan lumba-lumba sudah dikembangkan DR. David Nathanson, Ph.D. Ia adalah seorang psikolog yang sudah menggeluti dunia lumba-lumba lebih dari 30 tahun.

Psikolog yang membuka terapi di Ocean World, Fort Lauderable, Florida, itu awalnya merangsang panca indra anak-anak yang mengalami down syndrome (keterbelakangan mental). Anak-anak itu diajak bermain dan berenang bersama lumba-lumba.

Hasilnya? Anak-anak itu bisa menerima stimulasi dan mulai ada perhatian. Seiring dengan perkembangannya, terapi lumba-lumba nggak cuma untuk anak penderita down syndrome atau autis saja, tapi bisa juga orang dewasa yang mengalami gangguan mental dan sensor saraf indra.

Hasil penelitian Vilchis Quiroz dari Medical Director Aragon Aquarium, Mexico City, hormon endorphin pada manusia meningkat saat berinteraksi dengan lumba-lumba. Sehingga, terbentuk keseimbangan antara otak kiri dan kanan. Gelombang ultrasonik yang dikeluarkan lumba-lumba pun bisa diterima sempurna oleh manusia.

Transbara Wahyu Firmansyah

No comments:

Post a Comment

Instagram